Kuningan,- BIN808.COM || Terlalu banyak peredaran buku LKS yang terjadi di tiap sekolah diduga adanya pengkondisian atau Pengkoordiniran oleh pihak sekolah agar murid membeli buku LKS di sebuah toko, Syarif Hidayat Kepala K3S yang menjabat sebagai Kepala Sekolah SDN 1 Bandorasa Wetan menanggapi temuan kami dilapangan saat kami mengkonfirmasi beliau dirumahnya (03-02-2024) di Caracas Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan. 07-02-2024
Menurut saya ini lagu lama hingga mencuat kebeberapa tahun kebelakang hingga saya intruksikan kepada teman-teman Kepala sekolah, saya intruksikan tidak ada judul sekolah menjual, Saya tidak tanggung jawab kalau ente-ente jual. Jawabnya
“Msb” (pemilik LKS) komunikasi dengan saya gak ada judul di sekolah bagi saya. Ribet pikiran saya ngurusin yang beginian terus.
Saya tahu ente pingin dapur ngebul. Ente usaha namun jangan sampai beban ini ke sekolah. Ente mau jual beli monggo, Kalau perlu sewa tempat ya sewa tempat, Saya yang mengusulkan untuk terhindar dari sekolah istilah jual beli. Ungkapnya
Nah adapun dipihak sekolah yang saya rasakan sendiri. Saya mengajar di Bandorasa wetan ada istilah bagi mereka yang tidak mampu dibebaskan, gak keberatan kok.
Kemudian di sekolah dan saya wanti-wanti ketemen-temen Kepala sekolah sampai kepada rapat KKG kemarin jangan sampai sekali-kali LKS digunakan dalam proses pembelajaran, Tapi ini judulnya membantu. Intinya dalam membantu disini ada kelompok orang tua yang butuh, Cuma kalau tidak dikasih reward dan sebagainya bo yo disekolah hanya sebatas beri penghargaan anak tersebut setelah melaksanakan telah menyelesaikan tugas selesai. Tuturnya
Bahkan beliau dengan tegas jika ada pihak sekolah mewajibkan untuk beli saya urusannya pasti negur dengan Kepala sekolah tersebut. Dan tahun kemarin pun saya dipanggil dengan pak kabid rizal, bid ga ada yang jual di sekolah kata saya teh, udah kata kuncinya itu. Tegasnya
Saya sudah cekin semuanya takut ada yang tidak terpantau semuanya itu tidak ada yang posisi disekolah.
Kita hanya ke titipan kertas kecil untuk disampaikan, itupun hanya satu dua lembar dan disebarkan kepada orang tua murid dikelasnya masing-masing selesai, adapun tidak beli tidak jadi masalah itupun tidak dijadikan patokan dalam pembelajaran hanya anak dikasih reward ketika sudah menyelesaikan. Tegasnya
Dan Dinas Pendidikan Kabupaten kuningan pun mewanti-wanti jangan dijadikan patokan dalam pembelajaran.
Lalu mengenai temuan kami ternyata ada satu kelas belajar di sekolah Bapak tidak ada guru namun semua murid sedang dalam waktu pembelajaran menggunakan buku LKS yang memang dilarang dihidangkan dimeja pendidikan sesuai peraturan Kemendikbud dan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan beliau berpendapat.
Untuk dalam situasi emergency guru tidak hadir, ganti atau berhalangan itu terkadang yang ngisinya mengambil yang enak enak saja. Ya itu kejadiannya seperti itu. Tandasnya
Lalu mengenai wali murid yang mengeluh karena anaknya disuruh beli buku LKS tersebut jika tidak akan tertinggal mata pelajarannya. Beliau akan kejar kepala sekolahnya.
Disini saya tidak menyalahkan orang tua, tapi saya menyalahkan bagian dunia pendidikan mungkin keterbatasan kepala sekolah, keterbatasan yang namanya guru saat menyampaikan kepada anak, sampai saya ngomong hati-hati masalahnya ini sedang dalam sorotan. Tekannya
Mengenai yang terjadi dilapangan ternyata semua siswa menggunakan buku LKS dari kelas 1 sampai kelas 6 di SDN satu kecamatan, dengan bukti di toko tempat menjual LKS tersebut mempunyai data nama-nama sekolah dan nama siswa tersebut.
Dari mana toko tempat menjual LKS tersebut punya data siswa kelas 1 sampai kelas 6 ditiap SDN kecamatan Cilimus?
Sampai ada orang tua murid agar anaknya punya buku LKS itu sampai minjam uang beliau menjawab ya sudah itu kasuskan saja.
Sebetulnya saya sudah wanti-wanti kepala sekolah bahkan temuan temuan ini sudah ramai di kecamatan yang lain, ketika saya cek permasalahan ini disetiap kecamatan 1 kabupaten. Ungkapnya
Perihal LKS dihidangkan dimeja pendidikan siswa beliau mengatakan kulikulum merdeka itu masih sangat sempit sekali materinya saya melihat kemarin komplain terkadang buku itu dicampur masih sempit, beda dengan di kota, kalau di kota mudah tinggal cari di google cari di sumber anu, kalau di kampung terkadang buku yang materinya ada tentang itu ya sudah ditarik. Jelasnya
Jika LKS itu ada Pengkoordiniran dari guru dan disajikan di meja pendidikan kalaupun ada satu dua itu bisa saja terjadi dan itu adalah PR saya, kalau perlu saya rapatkan KKG karena ada bagian yang tidak benarnya atau tidak sempurna, kalau seperti itu jelas total salah. Tegasnya
Perihal tentang bukti siswa-siswi sedang mengerjakan LKS di sekolah SDN1 Bandorasa wetan tanpa ada guru yang mendampinginya beliau menjawab, ya sudah PR saya itu.
lalu kami jelaskan temuan kami itu di sekolah bapak. Beliau berkata saya sudah wanti-wanti keguru itu. Berarti saya kurang pantauan. Lalu kami jelaskan temuan tim Investigasi kami itu bukan cuma terjadi disekolah bapak namun 1 kecamatan.
Pengkoordiniran agar siswa-siswi membeli buku LKS, seolah LKS itu penting oleh guru, ditiap sekolah dari kelas 1 sampai kelas 6, diberbagai sekolah SDN di satu kecamatan Cilimus. bahkan toko yang menjual itu punya adik K3S itu patut dicurigai di duga kejahatan dalam pendidikan yang telah terkoordinasi dengan rapih. (Ungkapan wali murid)
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan sudah patut dipertanyakan tentang pola didik dalam mencerdaskan generasi penerus Bangsa Indonesia yang sedang gencar-gencarnya di gadangkan pemerintah Indonesia tentang kulikulum merdeka, ada apa didalam dunia pendidikan Kabupaten Kuningan?(tanyanya).
Menyoal adanya praktik jual beli LKS. Larangan tersebut diatur tegas di pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, Lks, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.
Dalam perspektif negara, mengambil keuntungan dan mendapat fee/komisi dari buku paket/LKS adalah melanggar hukum menurut Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008.
Sekolah yang menerima uang komisi melanggar hukum. Seorang PNS karena jabatannya tidak boleh melakukan kerjasama bisnis apapun, hal itu diatur dalam peraturan kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Tenaga pendidik yang menjual buku LKS di sekolah kepada siswa itu jelas pungli dan dapat dijerat pada Aturan hukum pungutan liar atau pungli masuk ke pasal 368 KUHP terhadap kegiatan yang menguntungkan diri sendiri lewat kekerasan.
Dalam pasal ini dijelaskan kalau kegiatan mengancam untuk mendapatkan sesuatu dapat dikenakan pidana penjara selama 9 tahun.
Menurut OMBUSMAN Beberapa pungutan dilakukan sejak tahap pendaftaran masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar hingga lulus sekolah. Pungutan yang sering dilakukan saat pendaftaran sekolah seperti uang pendaftaran, uang bangku sekolah, uang baju sekolah, uang daftar ulang dan uang bangunan. Sementara pungutan yang sering dilakukan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah uang SPP/uang komite, uang les, uang buku ajar, uang LKS, uang ekstrakurikuler, uang OSIS, uang study tour, uang perpustakaan, uang pramuka, uang PMI, uang kalender, dana kelas, uang koperasi dan uang denda tidak mengerjakan PR. Pada tahap jelang lulus sekolah, terdapat berbagai pungutan seperti uang UNAS, uang try out, uang bimbingan belajar, uang perpisahan, uang foto, uang membeli kenang-kenangan, dan uang wisuda.
Selain sumbangan dan bantuan pendidikan, pungutan di sekolah yang tidak memiliki dasar hukum akan dipantau oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Satgas Saber Pungli dibentuk pada 20 Oktober 2016 ketika Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
(Red/tim)