Bandung Barat ,- BIN808.COM || Dugaan peredaran obat keras tanpa izin mencuat di Kampung Pareang, Desa Mandalasari, Kecamatan Cipatat, Bandung Barat, tepatnya di warung yang berada persis di depan Tahu Sumedang. Lokasi tersebut diduga menjadi titik transaksi obat-obatan golongan G yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. 5/12/2025.
Berdasarkan foto yang diperoleh dari warga, terlihat jelas adanya aktivitas keluar-masuk orang, berkumpulnya beberapa remaja, hingga transaksi mencurigakan di sekitar warung tersebut. Aktivitas ini disebut bukan berlangsung sekali-dua kali, melainkan telah berjalan berulang dan cenderung semakin terbuka.
Masyarakat menduga bahwa di wilayah warung tersebut terjadi penjualan obat keras berbagai jenis, mulai dari Dextromethorphan (Dextro), Tramadol, hingga Eximer. Dll. Semua obat ini adalah obat keras golongan G yang tidak boleh dijual bebas dan wajib menggunakan resep dokter. Aktivitas ini diduga terkait dengan seseorang berinisial (An) , yang disebut sering memasok dan menjadi bos dalam menjalankan praktik jual-beli obat tanpa izin resmi.
Peredaran obat keras di area pemukiman, apalagi dilakukan secara terbuka seperti terlihat dalam foto, adalah ancaman serius bagi generasi muda. Jika tidak segera dihentikan, dampaknya dapat merusak kesehatan, psikis, dan masa depan anak-anak serta remaja di sekitar lokasi.
APARAT TIDAK BOLEH BERDIAM DIRI!
Apa yang tampak di lapangan menunjukkan lemahnya pengawasan. Aktivitas transaksi terlihat di tempat terbuka, di depan masyarakat, seolah-olah hukum tidak punya wibawa. Aparat penegak hukum, termasuk Polsek Cipatat, Polres Cimahi, hingga BNN, tidak boleh menutup mata.
Jangan tunggu ada korban overdosis. Jangan tunggu remaja jatuh kecanduan. Negara hadir bukan hanya ketika ada laporan formal—tetapi ketika ancaman terhadap kesehatan publik sudah terlihat jelas.
Peredaran obat keras ilegal bukan pelanggaran ringan. Ini adalah kejahatan kesehatan masyarakat, dan pembiaran terhadapnya sama saja dengan membiarkan generasi masa depan hancur.
Agar tidak ada celah bagi pelaku maupun pembela, berikut dasar hukum secara utuh:
- 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
- Pasal 197 : Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar, dipidana dengan: Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, dan Denda paling banyak Rp 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah).
- Pasal 196 : Setiap orang yang mengedarkan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu, dipidana dengan: Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, dan Denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
- Pasal 198 : Setiap orang yang menjalankan praktik kefarmasian tanpa memiliki kompetensi dan kewenangan dapat dikenai: Denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
- 2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Peraturan ini menegaskan bahwa : Obat keras hanya boleh diedarkan melalui apotek atau sarana resmi dengan pengawasan Apoteker. Menjual obat keras tanpa resep dokter merupakan pelanggaran ketentuan distribusi farmasi dan dikategorikan sebagai tindakan ilegal.
- 3. Permenkes Nomor 28 Tahun 2021 tentang Klasifikasi dan Perizinan Obat Permenkes ini menyatakan : Obat golongan G seperti Dextromethorphan, Tramadol, dan Eximer, hanya boleh diberikan melalui resep dokter, Penyerahan obat di luar ketentuan dianggap pelanggaran berat dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Undang-Undang Kesehatan.
- 4. KUHP – Pasal 204 tentang Membahayakan Kesehatan Umum, jika obat keras yang dijual ilegal tersebut menimbulkan bahaya bagi masyarakat, maka pelaku dapat dijerat dengan:
- Pasal 204 KUHP : Barang siapa menjual atau menyerahkan barang yang diketahuinya dapat membahayakan kesehatan atau nyawa orang, dipidana dengan: Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
TUNTUTAN MASYARAKAT
- 1. Aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan dan penangkapan pihak yang terlibat.
- 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat melakukan razia dan pengawasan ketat pada area rawan peredaran obat keras.
- 3. Pemerintah desa ikut mengawasi dan melindungi warganya dari aktivitas jual beli obat ilegal.
- 4. Proses hukum dilakukan tanpa tebang pilih dan transparan.
Foto yang beredar sudah memperlihatkan aktivitas mencurigakan.
Lokasi berada persis di depan Tahu Sumedang—bukan tempat tersembunyi, melainkan ruang publik yang dilewati banyak warga.
Jika aparat tidak bertindak cepat, maka masyarakat patut bertanya: untuk siapa sebenarnya hukum ditegakkan?
Peredaran obat keras ilegal harus dihentikan sekarang juga, sebelum generasi muda semakin rusak dan masa depan mereka hancur oleh kelalaian para penegak aturan.(Red)

